Saturday 30 November 2013

Tentang 'aku-ingin-sendiri-dulu,-boleh?'

Sekitar dua hari lalu, saya dapat penyataan itu dari pacar. Simple. Dan sedikit mengejutkan. Bukan. Bukan 'sendiri' dalam artian minta putus untuk 'being single', tapi waktu untuk diri sendiri. Tanpa gangguan, rajukan, dan rengekan kekanak-kanakan dari ku. Mungkin juga dari orang lain.

Sedikit mengejutkan karena aku yang waktu itu dalam mode 'kangen-akut' dan paginya sudah mengajak untuk keluar makan setelah pulang ngeles. Mengejutkan lagi bahwa aku sadar, kadang memang kehadiranku tampak tak membantu. Justru mungkin mengganggu. Yah, tahu kan. Aku hanya ingin sekedar memberi tahu kalau aku peduli, mungkin dengan memeluknya mengalirkan energi positif, dan sebagainya itu. Tapi, tidak untuk hari itu. Acara keluar ditunda. Aku sama sekali tidak menemuinya. Dia bilang ingin sendiri.

Dan apa bagian paling melegakan? Dia memintanya. Pengertianku. Bahkan dia meminta dengan halus. Membuat luluh. Yang ku katakan hanya ''iya, cepet kembali padaku ya sayang''. And it works.

Kedua pihak sepakat, percaya, pengertian, dan tidak ada salah paham. Dia kembali lebih cepat dari yang ku kira. Memelukku dan berterima kasih dengan menebus acara keluar yang sempat batal.

Jadi... Kadang memang seseorang butuh waktu untuk sendiri. Bukan hanya dia, mungkin kalian, juga aku. Just say it. Bilang saja. Seberapa banyak waktu yang kamu butuhkan, bilang. Minta dengan halus. Dan yang dimintai, beri. Beri dia waktu sebanyak yang dibutuhkannya. Pesan saja 'cepat kembali, sayang' atau 'ingat aku, ya'. Dia pasti akan kembali. Memelukkmu.

Jangan malah tiba2 menghilang, tidak balas watsap, bbm, dan segala macam komunikasi. Bikin tambah cranky untuk yang ditinggalkan. Tambah merusuhi kamu dengan segala rajukan dan rengekan. Sesimple bilang 'aku butuh sendiri dulu ya sayang'. Dan yang dimintai, bisa kontrol segala macam komunikasi agak kiranya tidak menambahi pusing pikiran. Bukan, bukan sama sekali tidak kontak. Tapi membatasi, kendalikan. Tahu kan maksudnya, halooooo??

Pagi ini di linimasa twitter, ocehan adik sepupu sepertinya juga mengalami masalah yang sama.


Pesen untuk adek: janganlah galau berlebihan. Kasih dia waktu. Seharusnya untuk kualitas pacaran kaya kalian, it works.
Hehehe..

Inuin, lagi nunggu bakul jenang lewat.

Saturday 23 November 2013

Tentang menikah...

"aku sudah disuruh untuk menikah'' katanya ketika aku baru saja duduk di kursi yang berseberangan dengannya. Suasana kafe sedang ramai.
"apa?'' aku memastikan apa yang kudengar ditengah hingar obrolan pengunjung lain.
"oke oke, tapi biarkan aku memesan makananku dulu'' kataku lagi ketika dia hanya menatapku jengkel.

...
''jadi, kamu akan menikah? ...umm muda?'' tanyaku ragu. Umurku baru 21, dia mungkin 24. Dan laki-laki menikah di umur 24, itu masuk nikah muda kan? Iya kan? Seseorang, tolong katakan iya..
"aku bilang aku sudah disuruh menikah, bukan mau menikah!'' hey, jangan membanting garpu, makan saja pisang kejumu dengan benar.
"waaaa... Bagus dong, coba aku yang disuruh menikah. Aku pasti langsung iya iya mau mau. Hahaha'' tawaku tidak mempedulikan kejengkelannya. Dia hanya bersedekap. Menatapku lama, kemudian bertanya dengan nada datar...
"memangnya menurutmu, menikah itu bagaimana?''
Aku terdiam. Membuka bibirku untuk menjawab tapi kemudian menutupnya kembali. Aku perlu berfikir, bukan? Sesuatu dalam kepalaku mengatakan menikah bukan soal kecil. Kata 'menikah' itu sendiri, memang berarti banyak, bukan? Tolong, saya mulai bingung.

Dia masih diam, menunggu ku berfikir. Sangat dia, tahu kapan harus berargumen, atau diam saja membiarkanku berfikir. Saat denganku.

Oke, mari kita urai keruwetan kata menikah di kepalaku. Dari sejak kecil, sepertinya orangtuaku sudah mengarahkan aku untuk sekolah tinggi, sarjana s1 setidaknya. Tunggu, jangan protes. Ini berhubungan. Dan benar, saya akan menamatkan sarjana tahun ini, akhir tahun. Umurku? Masih 21. Muda kan? Dalam pikiran ku, aku akan bekerja dan masih 'single' selama 3-4 tahun. Bersenang-senang untuk diri, menunjukkan bakti kepada orangtua dengan hasil kerjaku, dan menabung untuk menikah. Jadi, setidaknya saya akan menikah di umur 24 atau 25. Itu idealisme ku.

Tapi, aku tinggal di lingkungan teman-teman yang sudah melewati tahap yang kusebut di atas (lulus, kerja, dan menikah). Ketika aku masih sombong soal tugas-tugas kuliah, mereka sudah bisa pamer soal gaji pendapatan. Dan tentu saja, ketika aku baru masuk dunia kerja, mereka sudah merasa cukup menabung untuk pernikahan dari kerjanya mereka semasa aku masih kuliah. Dan ya, mereka semua sudah menikah. Iya, SEMUA. Teman-teman sepermaian ku dari bayi SEMUA sudah menikah.

Panjang, ya? Ehem..

Dari mereka aku bisa melihat. Iya, hanya melihat. Kami sudah tidak pernah lagi berkumpul ngrumpi atau 'girls talk'. Jadi ini kelihatannya, sekali lagi kelihatannya, ENAK, ASYIK, dan BIKIN IRI. Coba saja bila sore sore mereka duduk-duduk di luar, mengawasi si junior lagi bermain. Tertawa bersama, mungkin juga sambil saling bercerita kegiatan yang mereka lakukan seharian tadi, atau sekedar menggunjing tetangga. SERASI, aku bilang. Atau ketika mereka harus tiba-tiba segera pulang ketika acara undangan bahkan belum selesai HANYA karena suami ternyata pulang cepat. MANIS. Bersama-sama pergi ke swalayan untuk belanja bulanan, dan hal-hal manis lain yang dilakukan oleh sebuah keluarga...kecil.

Dan ya, ini hanya soal KELIHATANNYA enak. Coba aku juga sudah menikah.

Tapi, berkali-kali seseorang juga bilang bahwa hidup bukan hanya soal kelihatannya. Siapa yang tahu tentang yang tidak kelihatan dari yang kelihatannya enak tadi? Dan tentu hanya mereka yang mengalami yang tahu. Aku tidak akan mengusik.

Tapi, itu membuatku berpikir kembali. Ha, menikah bukan hanya soal hal- hal manis berdua bukan? Dan banyak sekali daftar dalam kepalaku untuk hal-hal yang bukan soal berdua. Entah ini hanya aku atau juga yang lain, -mungkin hanya aku, tentang aku tidak bisa membayangkan aku harus berakrab-akrab terhadap sebuah keluarga baru yang (mungkin) asing. Keluarga mertua. Oh no.. Aku pikir wajar kan, jika ternyata memang selalu ada jarak, batas tak kasat mata, antara kita si menantu dengan mertua. Setipis apapun itu. Dan parahnya, di umur 21 aku belum bisa mengatasi jarak itu. Untuk itu, aku bersyukur aku belum menikah. Beri aku waktu, sayang. Hehehe.

Juga...soal anak. Teman-teman ku tadi sudah menjadi ibu di umur 20-21. Dan tolooong.. Aku bisa bayangkan aku tidak bisa. Ya, yaahh.. Kalian paham bukan? Mengurus diri sendiri saja, seperti kerapian kamar, perawatan diri, jauh dari kata pantas, ini mau menikah muda dan punya anak. Hah. Kamu bercanda!

...
Ketika akhirnya aku hanya menjawab..
"bahwa menikah itu memang butuh nekat, tapi persiapan ALL OUT juga harus ada. Tapi aku masih belum ingin menikah. Bagiku, menikah tidak sesederhana aku sayang dia, dia sayang aku. Tapi...entah juga sih kalau pacar ngajak nikah sekarang dan restu didapat. Mungkin mau. Hahaha. Asal punya rumah sendiri, ngontrak dulu mungkin?''

Dia, yang sudah berteman lama denganku, hanya mendengus mendengar jawabanku.

Inuin, belum pengen menikah tahun depan.

Thursday 21 November 2013

Terima kasih dan maaf..

21:04 wib.

Mungkin aku tidak akan lagi memintamu menemani ku sejauh ini. Jika yang ku dapat hanya wajah marahmu, mata yang tak bersahabat atau berkekasih??, bibir yang tak ku kenal, gestur tak tersentuh. Tak sepadan, ku bilang. Oya.. Ngomong2 soal wajah marahmu itu..sebenarnya aku sudah menebalkan hatiku, kalau tidak kau akan terkejut melihat betapa itu sungguh menyakitiku. Bukannya sekarang tak memberi luka, hanya saja aku antisipatif. Kau bilang itu ndableg. Kau tau? Itu hanya manifestasi dari luka ku. Hitung saja berapa ribu kali, wajah marahmu itu kau munculkan d hadapanku. Hari ini saja, lebih dari 3 kali. Kau ingat??

Tadi, (ini adegan imajiner ku di sepanjang jalan), sebelum kau pergi, mungkin aku bisa menawarimu sebotol minuman dingin, karena hangat tak ada disini, hm..padahal ini malam berhujan ya. Atau aku akan memberikan senyum ku yang berkali kau bilang manis, ku pikir itu akan mengalahkan dingin hujan di luar, membuatmu hangat..atau ternyata tak mampu?? Mungkin juga, ini pasti..aku akan mengucapkan terima kasih dengan kata sayang di belakangnya, ‘terima kasih sayang’ dan seulas senyum..kau tak luluh?? Di akhiri dengan ‘hati- hati’ yang bukan hanya basa-basi..aku tahu kau diburu waktu, mungkin dengan sedikit kata itu dari ku bisa membuat cara mengemudimu sedikit aman. Atau nyatanya tak pernah?? Dan kita akan berpisah dalam senyum..ahh manisnya.

Tapi tentu saja, itu hanya adegan yang ada dalam kepalaku sepanjang perjalanan. Kau..tentu saja tak memberi sedikit kesempatan untuk itu.. Marahmu sedingin kemarau. Kering. Merengges sampai ke tulang. Dan teriakku tak mampu menghangatkan. Menguar. Menghitam dalam tulisanku. Menunggu kau sambangi, yang tentu saja tak mungkin, bukan? Kau tak suka.

Ahh sudahlah.. Terima kasih dan maaf.. *aku sudah mengatakan lewat pesan, bukan? Aku cinta kau..


Inuin, repost blog wordpress.

20 things i memorized when ...


1. Giwangan. Kau bilang ini akan sangat menyenangkan. Perjalanan bis ke Surabaya. Aku
menyangsikan.
2. Tirtonadi, Solo. Lebih bagus, seperti katamu. Berulang kali.
3. Bungurasih. Surabaya, ya?
4. Soto Lamongan. Kau suka. Kita memang beda.
5. Jember. Aku membayangkan perjalananmu sebelum ini. Kau hebat. Aku cinta.
6. Sebenarnya kita hanya akan ke Bondowoso, tapi malah ke Banyuwangi.
7. Perjalanan ke Banyuwangi. Jauh. Kau tak tersentuh.
8. Terminal Banyuwangi. Akan menyenangkan sekali kalau ke Ketapang. Lihat Bali. Norak katamu.
9. Perjalanan ke Ijen. Berhujan. Sedingin kau.
10. Paltuding. Riuh. Kontras dengan hatiku.
11. Menuju puncak kawah. Merayap.
12. Turun ke dasar kawah. Berliku. Seperti perjalanan kita. Ku rasa genggaman tanganmu. Menguatkan.
13. Api biru. Damian! Aku suka. Tapi kau tak bermata biru.
14. Dingin membekukanku. Justru di hadapanmu yang membatu.
15. Naik jalan berbatu. Maafmu tak sepanas belerang di bawah. Ku dapati beku-ku menghangat.
16. Hey, kau sempat mengejek Cina itu. Tawamu menggema. Aku jatuh cinta lagi.
17. Melihat seluruh kawah. Igirnya cantik. Kau lucu. Bermantel.
18. Kau takut angin. Dinginnya menyakitimu.
19. Perjalanan turun. Aku memang norak. Kau banyak bercanda. Iya tidak sih?
20. Pulang ke Jogja. Paiton? Besuk lihat lagi, yuk yukk yuuukk?



inuin, lagi kangen, belum pakai krim malam

i'm screwed up

teeeeeetttttttttt... 21 november 2013. apa yang tertinggal?? BANYAK.

salah satu yang bikin agak2 kesel itu... revisi skripsi pasca sidang yang nggak kelar-kelar. dan salah siapa?? oke, oke. salahku. enggak ngerjain dari minggu pertama habis ujian, errrr.. ngerjain sih, tapi setengah-setengah. emang merapikan semua itu butuh waktu lama, tapi acara menunda-nundaku itu, membuat semakin lama. sekarang? semua lapisan kertas demi kertas skripsi sudah oke, malah dosennya yang enggak bisa ditemui. harapan mekar ketika rabu, 13 november ibuknya dengan manisnya bilang "jum'at selesai ya?". kupikir beliau menaarkan jum'at selesai dan bisa ditandatangani, -ndak usah nunggu jum'at ibuk.. kamis pun aku mau. tapi apa daya, jumat?? ha-ha.. ibuknya cuma dateng ambil gaji nguji dan pergi lagi... skripsi ku?? ohhooo.. ditumpuk lagi dan hari senin bisa ambil. senin ambil?? oyahh.. sudah berangkat pagi ke kampus jalan bantul, nunggu berjam-jam dan ibuknya melempar bom itu.."saya ada urusan mendadak di dekanat, besuk rabu jam 11 ya?" dhuuuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrr... males, kesel, mangkel, dan...........terseraaah dahhh...



yudisium? terakhir daftar harus hari senin, jadi ini sih rencana saya:

1. kamis ini harus dapat acc dari bu Arumi

2. jumat;




  • ke pak agung jam 10pagi konsul jurnal

  • ke pak wakiman, ttd revisi, ttd syarat2.. nglobi keterlambatan (semoga jurnal langsung oke, tapi itu muluk2 kan? iya)

  • ke subbag.. hammbuh iki piye kelanjutanne

  • revisi bu hida, revisi subbag

  • bayar yudisium btn

  • fotokopi skripsi, jilid, burn, pdf



3. senin



  • ke subbag ttd dekan

  • ngider skripsi, upt perpus pusat, fip, mandala?

  • pak jati, bu hida, ttd dhs



itu sih rencana saya, selanjutnya kan tinggal jalanin, semoga lancar, tepat waktu sesuai yang diharepin demi kemaslahatan umat.. halaaahh...






inuin, nunggu bu arumi, fip

Monday 4 November 2013

Sore random...

16:25wib.
Tulisan in bakal random. Persis suasana hati saya sekarang.

Pertama, saya akan tulis kalau saya kangen. Apa? Iya. KANGEN. Terhitung 15jam saya tidak komunikasi dengan kekasih. Sepi. Kepikiran. Mas sedang dalam pendakian di Lawu bareng temen dari Surabaya. Ya, temen yang ketemu di Malang, ketika pendakian di Arjuna. Kok bisa ya? Saya sendiri heran. Bagaimana mas bisa menjalin ikatan dengan temen-temen yang baru sekali bertemu, dalam pejalanan singkat pula. Ah ya. Jangan bandingkan dengan dirimu, Inu! Dirimu yang tidak normal. Oh oke oke. Mereka ini ketemu dalam pendakian Arjuna. Waktu itu mas yang hanya berdua dengan temennya, -mas warih tidak bisa nyalain kompor gas kaleng yang mereka bawa. Untung ada arek Surabaya ini. Karena dianya sendiri enggal muncak, dipinjemkanlah itu alat masaknya. Dari situ, pertemanan terjalin. Saling menghubungi jika salah satu singgah ke kota masing-masing. Seperti bulan2 awal tahun lalu, mas harus ke Surabaya dan dia, -kalau tidak salah Baharuddin yang ng'jemput di terminal Bungurasih. Nganterin ke tujuan mas, dan nemenin selama di Surabaya. Dan sekarang giliran mas yang nemenin mas Baharuddin ini mendaki Lawu. So.... Di sinilah saya, mikirin mas yang belum kasih kabar. Mungkin belum turun, jadi hape masih off. Semoga tetep lancar, sesuai rencana. Sehat. Puas. Dan baik-baik saja. Saya sih sabar lah nunggunya. Hehehe. Kangen, Tuaaaaaan. :(

Kedua, rumah sedang hujan. Tidak se-drama kemarin yang pakai angin gedheeeee, hujan kali ini lebih romantis. Gerimis. Kalem. Dan menyejukkan. Menenangkan juga. Ah menambah kangen.

Saya baru saja pulang dari rumah simbah saya. Yang kebetulan masih se-desa. Maunya mau nongkrong asyik dulu di sana, tapi hujan jadi buru-buru pulang. Kalau dipikir2, saya jarang sekali menyambangi rumah simbah. Semenjak saya beranjak remaja mungkin. Hah, berapa tahun yang lalu? Tujuh? Sepuluh? Jaman saya masih kecil, rumah simbah adalah tempat favorit saya untuk main. Sering kali siang saya habis di rumah ini, kalau sedang tidak ada teman main di rumah tentu. Ah... Masa2 itu. Ndengerin radio, main dagang2an, pelosotan, tiduran di teras... Bahagia. Seiring waktu, kesibukan sekolah membuat saya jarang bertandang. Mungkin hanya jika ada urusan. Disuruh ibu nganter sesuatu. Hingga lama kelamaan, ada rasa enggan. Hhh..

Tapi yah, semoga simbah tetep sehat, dibukakan hatinya untuk sesuatu pintaku, hehehe...


Yang di Lawu, baik2 yaaah... Cepet pulang.. Hati hati.. Saya kangen, Tuaaan... :((